Shalat
Istisqa’
Shalat
Istisqo’ pertama kali di syari’atkan pada bulan Ramadlan tahun ke-enam
Hijriyyah. Shalat Istisqo’ termasuk sebagian dari syari’at yang dikhususkan
pada ummat Nabi Muhammad SAW. Secara bahasa, Istisqo’ adalah meminta air secara
muthlak, baik kepada Allah ataupun yang lainnya. Secara syara', Istisqa' adalah permohonan hamba kepada Tuhannya (Allah) supaya diturunkan air hujan disaat membutuhkan.
أُصَلِّيْ سُنَّةَ
الْإِسْتِسْقَاءِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى
“Aku niat shalat sunah Istisqo’
dua rakaat, karena Allah ta’ala”
Hal-Hal Yang Dilakukan
Sebelum Shalat Istisqo’
Disaat
sungai kering tak berair, dan hujan yang dirindukan tak kunjung datang,
disunahkan bagi setiap orang untuk melakukan shalat Istisqo’. Tata cara
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
Ø Tiga
hari sebelum melakukan shalat Istisqo’, sunah bagi Imam atau ‘Ulama untuk
memerintah kaumnya untuk melakukan puasa 4 hari (3 hari sebelum melakukan shalat
Istisqo’ dan pada hari ke-4 ketika melakukan shalat
Istisqo’). Dan menganjurkan berbuat baik, seperti sedekah, taubat, dan lain sebagainya.
Ø Pada
hari keempatnya, semua penduduk beserta binatang ternaknya disuruh keluar
menuju lapangan untuk melaksanakan shalat Istisqo’. Waktu keluar dianjurkan
memakai pakaian sederhana, tidak berhias, tidak memakai wangi-wangian dan memperbanyak
membaca istighfar.
Teknis
pelaksanaan shalatnya sebagaimana shalat ’ied, yakni membaca takbir 7x pada
rakaat pertama setelah membaca Do’a Iftitah dan takbir 5x pada rakaat kedua
sebelum membaca surat Al-Fatihah
Ø Setelah
salam, khatib membaca dua khutbah. Pada khutbah pertama dimulai dengan membaca istighfar 9x dan pada khutbah kedua dimulai dengan membaca istighfar 7x.
Catatan :
Ketika setelah
melakukan shalat Istisqo’, ternyata hujan belum kunjung turun, maka shalat
boleh diulang untuk kedua dan ketiga kalinya sampai diturunkannya hujan. Shalat
Istisqo’ juga boleh dilakukan pada waktu-waktu yang dimakruhkan, karena shalat
Istisqo’ termasuk sebagian dari shalat yang dikerjakan karena adanya sebab
sebagaimana shalat Kusuf dan Khusuf.
Pelaksanaan Shalat
Istisqo’
Sebelumnya perlu diketahui,
bahwa segala hal yang terkait dengan shalat Istisqo’ hukumnya dianalogikan
(diqiyaskan) dengan shalat ‘Ied dalam hal rukun dan
sunat-sunatnya, termasuk didalamnya adalah khutbah Istisqa'. Hanya saja dalam khutbah Istisqa' ini bacaan takbir diganti dengan bacaan istighfar.
Pelaksanaan
:
1. Setelah
imam selesai melaksanakan shalat, khatib segera maju ke mimbar dengan posisi
menghadap para jamaah (ke arah timur).
2. Sebelum
memulai khutbahnya, bagi khatib disunatkan duduk terlebih dahulu kira-kira
lamanya pelaksanaan adzan jum’at.
3. Membaca istighfar di permulaan khubah pertama sebanyak 9x dan 7x pada permulaan khubah kedua.
4. Kemudian
khatib membelakangi para jamaah (menghadap qiblat) pada saat membaca Do’a (baik
khutbah pertama atau kedua).
5. Kemudian
khatib melanjutkan khutbah kedua. Dan setelah mendapat 1/3 dari permulaan khutbah kedua, khatib kembali lagi menghadap ke arah qiblat (barat).
Catatan :
Pada saat ini bagi
khatib dianjurkan untuk lebih banyak membaca do’a, baik dengan keras atau
lirih. Dan bagi jamaah shalat membaca amin ketika khatib mengeraskan do’anya,
dan berdo’a sendiri-sendiri saat khatib membaca do’a dengan suara pelan.
Cara berdo’a pada saat
ini adalah dengan posisi membalikkan bagian dalam telapak tangan (menghadap ke
bawah), hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
أَنَّهُ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِسْتَسْقَى فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ
Membalikkan telapak
tangan di saat berdo’a pada waktu Istisqo’ ini juga dilakukan pada waktu
berdo’a untuk tujuan menolak bencana (daf’ul bala’) atau musibah yang mana
hikmahnya adalah tafa’ul (berharap nasib baik) seperti yang tercermin dari
hadits Nabi SAW.
6. Pada
saat menghadap qiblat, khatib sunah memindah letak surbannya, yakni tahwil
atau tankis. Tahwil adalah memindah posisi surbah yang semula berada disebelah kanan ke sebelah kiri, dan dari sebelah kiri ke sebelah kanan. Tankis adalah memindah ujung surban yang berada dibagian bawah ke bagian atas dan sebaliknya. Praktek tahwil dan tankis ini
bisa dikerjakan dengan satu langkah, yakni ujung surban bagian bawah yang ada
di sisi kiri ke arah sisi kanan bagian atas dan sebaliknya. Tahwil dan tankis
ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ad-Daaruquthny :
رَوَى
الدَّارُقُطْنِى عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحمَّدٍ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى وَحَوَّلَ رِدَآءَهُ لِيَتَحَوَّلَ اْلقَحْطُ
Catatan :
· Tahwil dan tankis hanya
diperuntukkan untuk surban yang berbentuk segi empat. Sedangkan untuk surban panjang, bundar atau yang segitiga, hanya dapat dilakukan tahwil saja.
· Jamaah shalat Istisqo’
juga disunahkan melakukan tahwil dan tankis pada surban masing-masing bersama
dengan khatib, hanya saja hal ini dilakukan dengan posisi duduk. Bagi khatib
dan jamaah shalat Istisqo’ dianjurkan untuk tidak melepas surban yang sudah
di-tahwil dan tankis sampai mereka kembali lagi ke rumah sampai mereka berganti
baju.
7. Setelah
khatib selesai berdo’a dengan menghadap ke arah qiblat (barat), maka khatib
kembali menghadap ke arah jamaah (timur), kemudian melanjutkan khutbah yang
isinya menyuruh para jamaah untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan serta
mendo’akan keamanan dan kebaikan kepada kaum muslimin dan
mu’minin, kemudian diakhiri dengan satu atau dua ayat Al-Qur'an serta membaca :
أَسْتَغْفِرُ اللهَ
لِى وَلَكُمْ